Sabtu, 11 Desember 2010

Askep klien dengan infection.mega purnama candra dewi

ASKEP KLIEN DENGAN INFECTION PADA LANSIA


PENDAHULUAN

          Dengan meningkatnya umur harapan hidup, jumlah kelompok usia lanjut akan makin banyak, yang menyebabkan tingginya penyakit degeneratif, kardiovaskuler, kanker dan penyakit non infeksi lain. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit infeksi juga makin banyak. Hal ini antara lain disebabkan karena pada usia lanjut pertahanan terhadap infeksi terganggu atau dapat dikatakan menurun (Hadi Martono, 1996).
          Infeksi merupakan penyebab kematian yang paling penting pada umat manusia, sampai saat digunakannya antibiotika dan pencegahan dengan imunisasi aktif maupun pasif di era masyarakat modern. Penyakit infeksi mempunyai kontribusicukup besar terhadap angka kematian penderita sampai akhir abad 20 pada populasi umum, kemudian menurun setelah ditemukan antibiotika dan teknik pencegahan penyakit. Walaupun demikian prevalensi infeksi sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas tetap tinggi pada populasi lanjut usia (Yoshikawa, 1985, 1986).

PENGERTIAN
  • Gerontologi adalah suatu pendekatan ilmiah dari berbagai aspek proses penuaan, yaitu biologis, psikologis, sosial, ekonomi, kesehatan lingkungan, dan lain-lain (Depkes RI. 2001).
  • Gerontologi adalah suatu ilmu yang mempelajari proses penuaan dan masalah yang akan terjadi pada lansia (Kozier, 1987).
  • Geriatri merupakan cabang ilmu dari gerontologi dan kedokteran yang mempelajari kesehata pada lansia dalam berbagai aspek, yaitu promotif, preventif, kualitatif, dan rehabilitatif. Pada prinsipnya geriatri mengusahakan masa tua yang bahagia dan berguna (Depkes RI, 2000).
  • Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (CONSTANTINDES, 1994).

 TUJUAN PELAYANAN GERIATRI
  1. Mempertahankan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan/kesehatan.
  2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisisk sesuai kemampuan dan aktivitas mental yang mendukung.
  3. Melakukan diagnosis dini secara tepat dan memadai.
  4. Melakukan pengobatan yang tepat.
  5. Memelihara kemandirian secara maksimal.
  6. Tetap memberikan bantuan moril dan perhatian sampai akhir hayatnya agar kematiannya berlangsung dengan tenang.


INFEKSI SALURAN KEMIH

         
          Infeksi saluran kemih (ISK) bawah adalah penyebab sepsis akibat bakteria yang paling banyak pada lansia. Infeksi ini hampir 10 kali lebih banyak terjadi pada wanita dibanding pria, menyerang 10% sampai 20% wanita minimal satu kali.
          Dua bentuk ISK bawah adalah sistitis (infeksi kandung kemih) dan uretritis (infeksi uretra).pada pria dewasa, ISK bawah biasanya dihubungkan dengan kelainan anatomi atau fisiologis sehingga perlu evaluasi yang lebih cermat. Kelemahan otot kandung kemih pada wanita dan pembesaran prostat pada pria,perubahan terkait dengan usia dapat menjadi penyebab pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna. Inkontinensia dan penurunan kemampuan lansia untuk melakukan higiene yang tepat bagi dirinya juga meningkatkan insiden ISK dengan memberi jalan masuk bakteri ke kandung kemih. Lansia yang terpasang kateter menetap dalam jangka waktu lama juga beresiko lebih tinggi karena kateter memberi jalan masuk bagi bakteri.
          Kebanyakan ISK bawah disebabkan oleh infeksi bakterium enterik gram-negatif, seperti Escherichia coli, Klebsiella, Proteus, Enterobacter, Pseudomonas, dan Serratia. Pada hampir sebagian besar pasien, kekambuhan ISK bawah akibat dari infeksi ulang oleh organisme yang sama atau oleh beberapa patogen baru. Pada pasien yang lain, kekambuhan dhubungkan dengan batu ginjal, prostatitis bakteri kronis, atau anomali struktural yang merupakan sumber infeksi persisten.
          Insiden ISK bawah yang tinggi dikalangan wanita mungkin terjadi karena tampilan anatomi alami yang memungkinkan terjadinya infeksi. Uretra wanita lebih pendek daripada uretra pria (2,5 sampai 5 cm dibandingkan dengan 18 sampai 20 cm). Selain itu uretra wanita juga lebih dekat ke anus, yang memungkinkan jalan masuk bakteri ke dalam uretra dari vagina, perineum, atau rektum, atau dari pasangan seksual. Pada pria muda, pelepasan cairan prostat berfungsi sebagai tameng antibakteri. Pria kehilangan perlindunagan ini sekitar usia 50 tahun ketika kelenjar prostat mulai membesar, yang menyebabkan insiden infeksi pada lansia pria tinggi.
          Kandung feses, senggama, dan insttrument seperti kateter dan sistoskop dapat memasukkan bakteri ke dalam saluran kemih dan memicu terjadinya infeksi. Ureter yang sempit atau sumbatan batu dalam ureter atau kandung kemih dapat menghambat aliran urine. Aliran urine yang lambat memungkinkan bakteri menetap dan menperbanyak diri, yang menimbulkan risiko kerusakan ginjal. Statis urine dapat meningkatkan infeksi, yang jika tidak terdeteksi, dapat menyebar ke seluruh sistem perkemihan. Selain itu, karena bakteri dalam saluran kemih tumbuh dengan baik pada gula, diabetes juga merupakan faktor risiko.
          Refluks vesikoureteral terjadi ketika tekanan dalam kandung kemih (disebabkan oleh batuk atau bersin) mendorong sejumlah kecil urin dari kandung kemih ke dalam uretra. Ketika tekanan kembali normal, urine mengalir bali ke dalam kandung kemih,yang membawa bakteri dari uretra bersamanya. Pada refluks vesikoureteral, urine mengalir dari kandung kemih balik ke dalam satu atau kedua ureter. Katupvesikoureteral normalnya menghentikan refluks, tetapi katup yang rusak mungkin tidak dapat melakukan kerja tersebut.


Tanda Dan Gejala 
  • Mual, muntah, dan kehilangan selera makan.
  • Kram atau spasme kandung kemih.
  • Gatal, merasa hangat selama berkemih.
  • Nyeri punggung bawah.
  • Menggigil.
  • Nyeri pinggang.
  • Urine berbau busuk.
  • Demam derajat rendah (mungkin tidak terjadi pada pasien lansia).
  • Pasien pria dengan rabas uretra.


Predisposisi penyakit infeksi pada usia lanjut

          Infeksi merupakan interaksi antara kuman (agent), host (penjamu, dalam hal ini adalah lansia) dan lingkungan. Pada usia lanjut terdapat beberapa faktor predisposisi/faktor risiko yang menyebabakan seorang usia lanjut mudah terkana infeksi, antara lain adalah :


Faktor penderita lansia
  • Keadaan nutrisi
Secara klinik keadaan ini dapat dilihat dari keadaan hidrasi, kadar hemoglobin, albumin, beberapa mikronutrien yang penting, misal kadar Cu maupun Zn. Juga berupa vitamin yang penting pada proses pertahanan tubuh.
  • Faktor imunitas tubuh
Antara lain imunitas alamiah (inate immunity), misalnya kulit, silia, lendir mukosa, dll. Sudah berkurang kualitas dan kuantitasnya, demikian pula dengan faktor imunitas humoral (berbagai imunoglobulin, sitokin) dan seluler (netrofil, makrofag, limfosit T).
  • Faktor perubahan fisiologik
Beberapa organ pada usia lanjut sudah menurun scr fisiologik, sehingga juga sangat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akhir infeksi. Penurunan fungsi paru, ginjal, hati dan pembuluh darah akan sangat mempengaruhi berbagai proses infeksi dan pengobatannya. Fungsi orofaring pada usia lanjut sudah menurun sedemikian sehingga sering kali terjadi gerakan kontra peristaltik, yang menyebabkan terjadinya aspirasi pnemonia (yoshikawa, 1996).
  • Faktor kuman
  1. Jumlah kuman yang masuk dan ber-replikasi.
  2. Virulensi dari kuman.

  • Faktor lingkungan
Apakah infeksi di dapat masyarakat, rumah sakit atau di panti rawat werdha (nursing home).


A.Faktor pada penderita
  • Faktor nutrisi
          Keadaan nutrisi, yang pada usia lanjut sering tidak baik dapat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akibat akhir (outcome) dari infeksi. Secara klinik keadaan ini dapat dilihat dari keadaan hidrasi, kadar hemoglobin, albumin, beberapa mikronutrien yang penting, misalnya kadar Cu maupun Zn. Juga beberapa vitamin yang penting pada proses pertahanan tubuh.
  • Faktor imunitas tubuh
          Beberapa faktor imunitas tubuh, antara lain imunitas alamiah (inate immunity), misalnya kulit, silia, lendir mukosa dan lain-lain sudah berkurang kualitas maupun kuantitasnya, demikian pula dengan faktor imunitas humoral (berbagai imunoglobulin, sitokin) dan seluler (netrofil, makrofag, limfosit T).
  • Faktor perubahan fisiologik
          Beberapa organ pada usia lanjut sudah menurun secara fisiologik, sehingga juga sangat mempengaruhi awitan, perjalanan dan akhir infeksi. Penurunan fungsi paru, ginjal, hati dan pembuluh darah akan sangat mempengaruhi berbagai proses infeksi dan pengobatannya. Fungsi orofaring pada usia lanjut sudah menurun sedemikian sehingga sering kali terjadi gerakan kontra peristaltik (terutama saat tidur), yang menyebabkan terjadinya aspirasi spontan dari flora kuman di daerah tersebut ke dalam saluran nafas bawah dan menyebabkan terjadinya aspirasi pnemonia (Yoshikawa, 1996).
  • Faktor terdapatnya berbagai proses patologik
          Salah satu karakteristik pada usia lanjut adalah adanya multi-patologi. Berbagai penyakit antara lain diabetes militus, PPOM, keganasan atau abnormalitas pembuluh darah akan sangat mempermudah terjadinya infeksi, mempersulit proses pengobatannya dan menyebabkan prognosis menjadi lebih buruk.

B.Faktor lingkungan
          Penderita lansia yang berada di lingkungan rumah sakit tentu saja berbeda dengan yang berada di masyarakat atau di panti rawat werdha, antara lain dilihat dari aspek sosial-ekonomi, nutrisi, kebugaran dan penyakit penyerta. Demikian juga jenis dan virulensi kuman yang berada di ketiga tempat tersebut akan berbeda. Dengan demikian jenis dan berat infeksi yang terjadi di ketiga tempat tersebut akan berbeda satu sama lain, dengan akibat keadaan akhir/akibat infeksi yang berbeda pula

C.Faktor kuman
          Jumlah dan virulensi kuman yang terjadi penyebab infeksi pada usia lanjut seringkali berbeda dengan yang terjadi pada usia muda. Hal inidisebabkan terutama karena sudah terdapat berbagai penurunan fisiologik akibat proses menua, misalnya kulit dan mukosa yang lebih sering menjadi “port d’ entre” kuman. Akibat kelemahan otot saluran nafas bagian atas menyebabkan sering terjadi pnemonia spontan dengan kuman komensal sebagai penyebabnya. Keadaan ini akan berpengaruh pada awitan, berat dan akhir dari infeksi pada penderita lanjut usia.


Manifestasi infeksi pada usia lanjut
          Seperti juga berbagai penyakit pada usia lanjut yang lain, manifestasi infeksi pada usia lanjut sering tidak khas, beberapa hal perlu diperhatikan seperti berikut ini:
  • Demam
Seringkali tidak mencolok. Glickman dan Hilbert (1982), seperti dikutip oleh yoshikawa mendapatkan bahwa banyak penderita lansia yang jelas menderita infeksi tidak menunjukkan gejala demam. Walaupun demikian untuk diagnosis infeksi tanda adanya demam masih penting, sehingga yoshikawa tetap menganjurkan batasan sebagai berikut:
  1. Terdapat peningkatan suhu menetap > 2°F
  2. Terdapat peningkatan suhu oral > 37,2°C atau rektal > 37,5°C
  • Gejala tidak khas
Gejala nyeri yang khas pada apendisitis akut, kolesistitis akut, meningitis, dll. sering tidak djumpai. Batuk pada pnemonia sering tidak di keluhkan, mungkin oleh penderita dianggap batuk “biasa” (fox, 1988; Hadi Martono 1992, 1993).
  • Gejala akibat penyakit penyerta (ko-morbid)
Sering menutupi, mengacaukan bahkan menghilangkan gejala khas akibat penyakit utamanya, padahal pada penderita lansia ko-morbid ini sering dan banyak terdapat (Hadi Martono, 1993; yoshikawa, 1986; smith, 1980).


Penatalaksanaan infeksi pada usia lanjut
Diagnosis
          Mengingat gejala dan tanda infeksi pada usia lanjut yang tidak khas dan sering menyelinap, maka diagnosis merupakan tonggak penting pada penatalaksanaan infeksi pada usia lanjut. Untuk hal tersebut asesmen geriatri merupakan tata cara baku yang dianjurkan. Pemeriksaan fisik, psikis dan lingkungan dan pemeriksaan tambahan yang penting secara menyeluruh sesuai form baku perlu dilaksanakan dengan baik, sehingga kemungkinan mis- atau under diagnosis bisa di hindari sekecil mungkin dengan asesmen geriatri ini juga dapat di tegakkan:
  1. Penyakit infeksi yang terdapat
  2. Penyakit ko-morbid yang menyertai, antara lain gangguan imunologik, penyakit jantung, ginjal PPOM, penyakit hati dll.
  3. Gangguan mental/kognitif yang mungkin mempersulit pengobatan
  4. Sumberdaya sosial/manusia yang ada untuk penatalaksanaan jangka pendek atau jangka panjan

Terapi Antibiotika
          Terapi antibiotika harus segera dilakukan bila semua spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologis sudah dikirimkan. Secara empiris antibiotika berspektrum luas, antara lain golongan beta-laktam atau kuinolon dapat diberikan. Antibiotika berspektrum sempit baru bisa apabila hasil kultur dan sensitivitasnya mendukung (Hadi Martono, 1996). Pada usia lanjut, pemakaian antibiotika harus langsung diberikan dengan menggunakan dosis penuh, akan tetapi tetap memperhatikan kemungkinan efek samping yang terjadi.
Terapi Suportif
          Harus selalu diingat bahwa sebagian besar usia lanjut sudah dalam keadaan status gizi yang kurang baik sebelum sakit (keadaan ini pula yang menyebabkan lansia mudah terserang infeksi). Pemberian diet dengan kalori dan protein yang cukup harus diupayakan, bila perlu dengan pemberian nutrisi enteral/parenteral. Hidrasi yang cukup juga seringkali diperlukan untuk membantu penyembuhan penderita. Pemberian vitamin dan mineral (Cu, Zn) seringkali diperlukan pada keadaan gizi yang kurang baik.


Pemeriksaan Diagnostik
  1. Urinalisi mikroskopik yang menunjukkan hitung sel darah merah dan sel darah putih lebih dari 10 per lapang kekuatan tinggi menunjukkan ISK bawah.
  2. Clean-catch urinalysis yang menunjukkan hitung bakteri lebih dari 100.000/ml memastikan terjadinya ISK. Hitung bakteri yang rendah tidak segera menyingkirkan terjadinya infeksi, khususnya jika pasien sering berkemih, karena bakteri memerlukan waktu 30 sampai 45 menit untuk berproduksi dalam urine. Tampunagan clean-catch lebih dipilih daripada kateterisasi, yang dapat menimbulkan infeksi ulang kandung kemih oleh bakteri uretra. Akan tetapi, kateterisasi mungkin pilihan satu-satunya bagi pasien lansia.
  3. Pengujian sensitivitas digunakan untuk menentukan obat anti mikroba yang tepat.
  4. Voiding cystourethrograpy atau urografi ekskretorik dapat menunjukkan anomali kongenital yang menyebabkan ISK berulang pada pasien.

Penanganan
          Antimikroba yang tepat merupakan terapi pilihan untuk kebanyakan ISK bawah awal. Terapi selama 7 sampai 5 hari adalah terapi standar. Meskipun banyak penelitian menunjukkan bahwa dosis tunggal atau regimen selama 3 sampai 5 hari cukup untuk membuat steril urine, pasien lansia mungkin masih membutuhkan antibiotik selama 7 sampai 10 hari agar mendapatkan manfaat penuh dari terapi.
          Dosis tunggal amoksilin atau kotrimoksazol kemungkinan efektif bagi wanita yang menderita ISK bawah tanpa komplikasi. Biakan urine yang diambil 1 sampai 2 minggu kemudian menunjukkan apakah infeksi telah hilang. Kekambuhan infeksi akibat batu ginjal yang terinfeksi, prostatitis kronis, atau kelainan struktural mungkin perlu pembedahan. Prostatitis juga perlu terapi antibiotik jangka panjang. Pada lansia yang tanpa kondisi-kondisi predisposisi ini, terapi antibiotik dosis rendah dan jangka panjang merupakan terapi pilihan.



Mencegah ISK Bawah
  1. Membantu pasien mencegah kekambuhan ISK bawah:
  2. Jelaskan bahwa jus buah, khususnya jus cranberry, dan dosis vitamin C oral dapat membantu keasaman urine dan meningkatkan kerja beberapa obat-obatan. Jika kondisi pasien memungkinkan, anjurkan pasien minum cairan minimal 2.000 ml setiap hari selama terapi. Kurang atau lebih dari jumlah ini dapat mengubah efek obat antimikroba. Waspadai bahwa lansia mungkin menolak anjuran ini karena menyebabkan harus berjalan, mungkin naik atau turun tangga untuk berkemih.
  3. Ajarkan lansia wanita untuk secara cermat menghapus perineum dari depan ke belakang dan membersihkannya secara seksama menggunakan sabun dan air setelah defekasi. Jika ia rentan terhadap infeksi, ia harus berkemih dengan segera setelah senggama. Beri tahu pasien jangan pernah menunda berkemih dan mengosongkan kandung kemihnya dengan sempurna.
  4. Beri tahu lansia pria bahwa terapi cepat terhadap penyakit yang sudah ada, seperti prostatitis kronis, membantu mencegah kekambuhan ISK.


 Penyakit – Penyakit Infeksius
  • Vaksin Influenza
          Vaksin influenza telah direkomendasikan untuk dilakukan setiap tahun bila kita berbicara mengenai lansia. Individu lansia dengan penyakit jantung, paru kronis atau penyakit-penyakit metabolik terutama bagi mereka yang tinggal dalam rumah-rumah perawatan memiliki tingkat resiko lebih tinggi dari populasi keseluruhan saat terjadi epidemi influenza pemberi perawatan yang merawat orang-orang seperti di atas, sebaiknya juga menjalani vaksinasi juga. Tidak semua lansia yang menerima vaksinasi ini. Dokter lupa untuk memberikannya atau lansia menolaknya. Beberapa lansia individu menolak vaksinasi ini karena mereka menakuti reaksi-reaksi selanjutnya atau mendengar adanya tetangga atau kawan yang “menjadi sakit” setelah menjalani vaksin tersebut. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang spesifik berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas mungkin akan membuka rantai mitos yang ada serta meningkatkan penerimaan terhadap vaksin atau vaksinasi.
  • Vaksin Pneumokokal
          Vaksin pneumokokal ini di rekomendasikan untuk diterapkan setidaknya sekali bagi lansia, di luar masalah kurangnya efektivitas vaksin dalam percobaan yang melibatkan dewasa tua. Pneumoni pneumokokal dan sepsis merupakan penyebab-penyebab kuat penyakit yang ada, dimana vaksin dapat di toleransi dengan baik.
  • Vaksin Tetanus
          Lansia berada dalam tingkat resiko lebih tinggi dari dewasa muda terhadap terjadinya tetanus. Vaksonasi tetanus setiap 10 tahun telah direkomendasikan penerapanya oleh beberapa lembaga kesehatan berwenang. Orang-orang yang belum tervaksinasi perlu untuk menjalani rangkaian tiga dosis primer vaksinasi ini. Imunisasi pasien dewasa dengan vaksin pertusis aseluler yang direkomendasikan dengan vaksinasi tetanus mungkin menjadi suatu standart vaksinasi di masa datang.



KESIMPULAN
          Walaupun penyakit utama pada usia lanjut terutama adalah penyakit degeneratif, penyakit infeksi masih merupakan keadaan yang perlu di waspadai, karena frekuensi dan insidennya yang masih tetap tinggi, dan angka mortalitasnya yang cukup bermakna. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, selain karena faktor kuman dan faktor lansia sebagai penjamu juga oleh faktor lingkungan. Gejala penyakit infeksi pada lansia sering tidak khas, sehingga diagnosis sering terlambat. Oleh karenanya pengguna asesment geriatri merupakan hal yang mutlak diperlukan. Disamping gterapi antibiotika yang khas ditujukkan pada kuman penyebab, beberapa faktor lain, diantaranya kondisi penyakit penyerta, perbaikan nutrisi dan hidrasi memegang peranan penting pada penyembuhan.



PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA USIA LANJUT


Pengkajian yang menyeluruh pada lansia yang dilakukan oleh perawat meliputi :
1.Mengidentifikasi status kesehatannya (anamnesis dan pemeriksaan fisik)
2.Status gizi
3.Kapasitas fungsional
4.Status psikososial, serta
5.Masalah khusus lainnya yang dihadapi secara individual.


ANAMNESIS
  • Dalam melakukan anamnesis harus secara akurat dan “up to date” (baru).
  • Harus menjadi dasar bagi tindakan skrining yang akan di usulkan.
  • Format bagi keperluan anamnesis ini disajikan pada lampiran, Evaluasi kesehatan lansia komperhensif.
  • Kebanyakan para lansia dapat meyuguhkan anamnesis yang baik, tetapi tidak sedikit pula yang mengalami hamabtan untuk berkomunikasi (misalnya akibat tuli, menurunnya fungsi intelektual/pikun, menurunnya penglihatan).
  • Riwayat penyakit masa lalu juga penting untuk membantu menempatkan masalah kesehatan saat ini dalam perspektif yang tepat.
  • Penting pula diperhatikan tentang riwayat pemakaian obat-obatan, karena lansia bila diberikan resep bermacam obat jarang memprotes, bahkan juga sering mengobati dirinya sendiri.

PEMERIKSAAN FISIK PADA LANSIA
  • Dalam melakukan pengkajian fisik pada klien lansia secara efektif memerlukan penilaian terhadap status kesehatan secara tepat.
  • Pemeriksaan fisik mencangkup inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
  • Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan fisik menurut masing-masing sistem tubuh.
  • Pemeriksaan fisik umum pada lansia ditujukkan untuk dapat mengidentifikasi keadaan umumnya dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan gizi, aktivitas tubuh, baik dalam keadaan berbaring atau berjalan.
  • Mencangkup juga antara lain penilaian status mental, kesadaran, bahkan termasuk pula kondisi kulit dan kelenjar getah bening.
  • Tanda-tanda vital meliputi: pemeriksaan nadi, suhu dan tekanan darah (kadang-kadang disertai pengukuran vena jugularis).
  • Inspeksi dilakukan menyeluruh, namun dengan cara terfokus, serta di lakukan dengan tidak mengabaikan sikap perawat yang menghargai lansia. Observasi yang menyeluruh diarahkan pada hal-hal berikut:
  1. Membandingkan usia kronologisterhadap usia sekarang.
  2. Aspek gender, suku.
  3. Perkembangan perawatan.
  4. Kebersihan (cara berdandan).
  5. Ekspresi wajah, cara bicara.
  6. Pengamatan pada daerah kulit, dilihat keriput/kerut-kerut, warna kulit keabu-abuan, kering dan rambut puh.
  7. Gerakan melambat, menggunakan alat bantu ambulasi, dan memperlihatkan langkah-langkah yang kaku.
  8. Diamati pula perihal berat dan tinggi badan, apakah sesuai. Bentuk dan bagian-bagian tubuh apakah simetris.
  9. Gejala seperti tremor, kontraktur, gerakan-gerakan asimetris, postur kaki, prgelangan, dan jari-jari tangan.
  10. Inspeksi di daerah leher, apakah terdapat otot-otot/tendon yang menonjol, juga adanya redistribusi lemak.
  11. Kesan umum tentang perkembangan badan, apakah tampak terlalu tinggi/terlalu pendek, terdapat penurunan masa otak, ataupun kegemukan.
  12. Pengamatan terhadap kebersihan/kerapian antara lain: rambut, kuku, atau bau badan.
  • Pemeriksaan fisik seringkali perlu dilengkapi dengan pemeriksaan laboratprium, agar dapat memberikan gambaran yang tepat tentang status kesehatan atau penyakit/gangguan yang diderita saat ini.
  • Temuan biasanya berupa gambaran patologis yang multiple beserta perubahan-perubahan akibat proses menua.
  • Temuan fisik pada pengkajian head to toe:
  1. Integumen : lemak subkutan menyusut, kulit kering dan tipis,rentan terhadap trauma dan iritasi, serta lambat sembuh.
  2. Mata : arcus senilis, penurunan visus.
  3. Telinga : pendengaran berkurang yang selanjutnya dapat berakibat gangguan bicara.
  4. Kardiopulmonar : curah jantung berkurang serta elastisitas jantung dan pembuluh darah berkurang, Terdengar bunyi jantung IV (S4) dan bising sistolik. Kapasitas vital paru, volume ekspirasi, serta elastisitas paru-paru berkurang. Walaupun tak ada kelainan paru namun dapat terdengar ronki basal.
  5. Muskuloskeletal : masa tulang berkurang, lebih jelas pada wanita. Jumlah dan ukuran otot berkurang.Masa tubuh banyak yang tergantikan oleh jaringan lemak yang disertai pula oleh kehilangan cairan.
  6. Gastointestinal : mobilitas dan absorpsisaluran cerna berkurang, daya pengecap, serta produksi saliva menurun.
  7. Neurologikal : rasa raba juga berkurang, arm-swing, langkah menyempit, dan pada pria agak melebar. Selain itu, terdapat potensi perubahan pada status mental.

Pemeriksaan fisik umum
  • Kesadaran
          Dalam kaitan ini klien/pasien dapat menunjukkan tingkat kesadaran baik (tak ada kelainan/gangguan kesadaran), dengan kata lain keadaan umum pasien baik. Keadaan umum tampak sakit (bisa ringan, sedang, atau berat). Klien bereaksi terhadap rangsang (stimulus) tertentu, misal rangsang nyeri pada tubuh dengan dicubit kemudian amatilah reaksi yang muncul.
Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut:
1.Compos mentis (normal)
2.Somnolen
3.Sopor
4.Soporo koma
5.Koma
  • Tanda vital
1.Meliputi pemeriksaan nadi,juga pemeriksaan tekanan darah .
2.Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan secara palpatoir atau auskultatoir.
  • Sistem integumen
1.Tentang ada tidaknya anemia, ikterus, sianosis, serta lesi primer dan lesi sekunder
2.Lesi primer pada kulit antara lain berupa: makula, papula, vesikula, pustula, bula, nodul dan tumor.
3.Lesi sekunder antara lain berupa: skuama, kskoriasi, krusta, sikatriks dan ulkus.


Pengkajian status gizi
  • perlu ditegaskan bahwa status gizi penting bagi lansia. Berikut ini adalah kegunaan status gizi:
1.untuk memperoleh respon umum terhadap masuknya antigen asing.
2.Untuk dapat mempertahankan struktur dan anatomi.
3.Untuk dapat berfikir jernih.
4.Untuk dapat memperoleh energi cadangan bagi keperluan sosialisasi serta aktivitas jasmani.
  • Beberapa perubahan siologis yang terkait dengan proses penuaan dan dapat mempengaruhi status gizi adalah sebagai berikut:
  1. Penurunan penciuman dan pengecapan.
  2. Gangguan gigi geligi.
  3. Berkurangnya produksi saliva sampai sebesar 1/3 kali produksi pada usia muda.
  4. Gangguan refleks menelan (lemah).
  5. Kurang toleran terhadap lemak.
  6. Peristaltik menurun.
  7. Rendahnya produksi asam lambung yang khususnya terkait dengan menurunnya pencernaan dan absopsi vitamin, zat besi, zink, dan kalsium.


Pemeriksan fisik khusus
  • Pemeriksaan fisisk per sistem secara berurutan mulai dari kepala, leher, mata, THT, mulut/tenggorokan, torak (pernapasan dan paru), kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), abdomen, serta ekstremitas atas dan bawah.

Pengkajian sistem perkemihan
  • Pengkajian faktor resiko yang mempengaruhi eliminasi urine:
1.(pria): apakah pernah oprasi prostat?
2.(pria): adakah riwayat masalah prostat?
3.(wanita): apakah lansia punya anak?(bila ya, berapa dan adakah masalah pada waktu partus dahulu)
4.(wanita): pernahkah dioprasi panggul kandung kemih/uterus?
5.(wanita): adakah infeksi pada traktus genital?
6.Adakah nyeri/rasa tak nyaman waktu berkemih?
7.Adakah infeksi urinaria?
8.Adakah penyakit kronis, obat apakah yang dipakai?
9.Berapa banyak minum sehari? (tyanyakan jumlah dan jenis).
  • Pengkajian gejala dan keluhan disfungsi urine
1.Bisakah menahan kemih sebelum mencapai toilet? (berapa lama), bagaimana bila batuk/dan sejenisnya?
2.Apakah perlu selalu bangu berkemih malam hari?
3.Setelah berkemih apakah merasa tidak lampias?
4.(pria): sulit mulai berkemih?
  • Pengkajian inkontinensia
1.Kapan mulainya?
2.Apa tindakan anda untuk mengatasinya? (dengan cara membatasi minum/sering berkemih)
3.Adakah sesuatu hal tertentu yang memperburuk atau dapat mengurangginya?
4.Apakah sakit waktu berkemih?
5.(wanita): adakah merasa takanan di daerah panggul?

  •  Pengkajian tentang rasa takut, sikap, konsekuensi psikososial
1.Sudahkah mencari pengobatan?
2.Apakah merasa selalu perlu berada dekat dengan toilet?
3.Apakah menghindari berpergian karena hal itu?


Pengkajian sistem pernafasan
  • Mencangkup: perubahan pada saluran pernafasan atas, diameter dinding dan dinding dada kaku.
  • Bentuk kelainan yang dikaji meliputi: adanya pernafasan dengan menggunakan otot nafas tambahan, pernafasan yang memerlukan tenaga, pernafasan yang kurang efisien, menurunnya refleks batuk, serta lansia menjadi lebih rentan terhadap infeksi saluran nafas bagian bawah (ISPB).
  • Adapun faktor resiko yang ditemukan antara lainberupa, merokok, polusi udara, atau polusi akibat keterpaparan dari lingkungan pekerjaan seperti asbestosis.

Pengkajian mobilitas
  • Mencangkup:
1.Berkurangnya masa otot
2.Jaringan ikat mengalami perubahan degeneratif
3.Osteoporosis
4.Perubahan pada susunan saraf
  • Bentuk kelainan yang dikaji meliputi adanya penurunan kekuatan, daya tahan, koordinasi gerak otot, adanya hambatan gerak sendi, rawan jatuh, dan rawan fraktur.
  • Adapun faktor risiko yang ditemukan antara lain berupa osteoporiosis, terutama pada wanita, mereka yang kurang bergerak, serta lansia dengan kekurangan kalsium.

Pengkajian sistem kulit
  • Mencangkup:
1.Pertumbuhan epidermis melambat, kulit kering, epidermis menipis
2.Berkurangnya vaskularisasi
3.Juga melanosit dan kelenjar-kelenjar pada kulit
  • Bentuk kelainan yang dikaji meliputi adanya kulit kering, keriput, luka sulit menyembuh, mudah mengalami luka bakar, serta trauma dan infeksi.
  • Selain itu, biasanya juga terdapat adanya perubahan termloregulasi, peka terhadap kanker kulit, dan kuku mengalami trauma/injury.
  • Adapun faktor risiko yang ditemukan antara lain berupaaa; terkena sinar ultraviolet, frekuensi kebiasaan mandi, serta keterbatasan aktivitas.

Pengkajian pola tidur
  • Mencangkup siklus tidur seiring penuaan.
  • Bentuk kelainan yang dikaji meliputi adanya berbagai konsekuensi fungsional berupa: susah tidur pulas, sering terbangun, serta kualitas tidur yang rendah.
  • Selain itu dikaji pula tentang lansia berada lama ditempat tidur serta jumlah total waktu tidur per hari yang berkurang.
  • Adapun faktor resiko yang ditemukan antara lain berupa: nyeri, ketidaknyamanan, alkhoholik, pemakaian obat tidur, serta adanya faktor lingkungan seperti: kegaduhan dan penyakit sistemik yang berdampak lansia sering berkemih di malam hari.

Pengkajian status fungsional
  • Pengkajian status fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari-harinya.
  • Aktivitas kehidupan harian yang dalam isyilah bahasa inggris disingkat ADL (Aktivity of daily living) adalah merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri.
  • ADL meliputi: ke toilet, makan, berpakaian , mandi dan berpindah tempat.
  • Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan.

Pengkajian status psikososial
  • Meliputi: pengkajian fungsi kognitif dan pengkajian psikososial (mental, emosional)
  • Dilakukan untuk dapat menentukan pikiran serta proses mental, apakah lansia dapat memperlihatkan fungsi optimal.
  • Bila lansia mengalami suatu serangan penyakit atau gangguan tertentu maka perlu diidenti hal-hal sebagai berikut:
  1. Evaluasi kesadaran dan orientasi
  2. Aspek kognitif, alam perasaan, dan efek. Termasuk pula observasi terhadap perilaku dan respon terhadap pertanyaan yang dajukan.

Pengkajian aspek spiritual
  • Mencangkup segi aprespsi terhadap makna kehidupan yang lebih mendalam, serta bagaimana seseorang menempatkan dirinya dalam lingkungan alam.



Diagnosis Keperawatan Utama Dan Kriteria Hasil

1.Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dengan inflamasi pada saluran kemih bawah.
Kriteria hasil tindakan: pasien akan mencapai dan mempertahankan eliminasi urine yang normal.

2.Risiko infeksi yang berhubungan dengan insiden kekambuhan ISK yang tinggi.
Kriteria hasil tindakan: Pasien akan tetap bebas dari ISK berulang seperti yang ditunjukkan dengan urinalisis normal dan tidak adanya tanda dan gejala ISK.
3.Nyeri akut yang berhubungan dengan spasme dan kram kandung kemih
Kriteria hasil tindakan: pasien akan bebas dari nyeri ketika ISK hilang.



Intervensi Keperawatan
  1. Perhatikan apakah ada gangguan GI akibat terapi antimikroba. Jika diprogramkan, berikan makrokristal nitrofurantoin bersama susu atau makanan untuk mencegah distres GI.
  2. Jika rendam duduk tidak dapat meredakan ketidaknyamanan perineum, berikan kompres hangat sedang ke perineum, tetapi hati-hati agar tidak membakar pasien.
  3. Oleskan antiseptik topikal pada meatus urinarius jika perlu.
  4. Tampung semua spesimen urine untuk biakan dan pengujian sensitivitas secara hati-hati dan cepat.



DAFTAR PUSTAKA
Boedhi, Darmojo. 2009. Geriatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gallo, Joseph, J, Dkk. 1998. Buku Saku Gerontologi. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Maryam, Siti, R. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Stockslager, Jaime, L. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Tamer, S. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.